Jumat, 04 Agustus 2017

Makalah Pelanggaran Hak Asasi Manusia Oleh Orang Tua Kepada Anak



BAB 1
PENDAHULUAN


1.1.       Latar Belakang
Indonesia merupakan negara dengan populasi penduduk terbesar nomor empat di dunia. Dengan populasi penduduk yang besar, maka banyak pula permasalahan sosial yang di hadapi Indonesia. Salah satunya pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) yang marak terjadi akhir-akhir ini.
Masalah HAM ini tidak dapat di anggap sepele. Pelanggaran terhadap HAM merupakan kejahatan yang sudah diakui oleh organisasi dunia seperti PBB dan UNICEF sebagai kejahatan yang marak terjedi di dunia dan diusahakan pemberantasannya. Bukan hanya itu, di Indonesia juga sudah secara tegas melarang tindak pelanggaran HAM dalam Pancasila sila kedua dan Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 27, Pasal 28, Pasal 28A, Pasal 28B, Pasal 28C, Pasal 28D, Pasal 28E, Pasal 28F, Pasal 28G, Pasal 28H, Pasal 28I, Pasal 28 J, Pasal 29, Pasal, 30 ayat 1, Pasal 31, Pasal 32 ayat 1, Pasal 34, dan Pasal 34.
Dengan adanya aturan-aturan yang sudah tegas baik yang tersirat dalam Pancasila sila kedua dan tertulis pada Undang-Undang Dasar 1945, sewajarnya rakyat Indonesia harus taat dan menjunjung tinggi nilai-nilai HAM. Akan tetapi hal itu sulit untuk diwujudkan, karena masih saja pelanggaran HAM terjadi baik di lingkungan sosial masyarakat, sekolah bahkan keluarga. Pelanggaran HAM yang dilakukan pun bermacam-macam seperti pembunuhan, penyiksaan, penganiayaan, perbudakan, pencemaran nama baik dan menghalangi seseorang untuk menyampaikan aspirasi.
Seperti yang telah dijelaskan di atas pelanggaran HAM dapat terjadi dimana saja dan di ruang lingkup apa saja bahkan ruang lingkup keluarga. Padahal jika di lihat dari konteksnya, keluarga merupakan kerabat dekat yang dapat di percaya dan sewajarnya saling melindungi. Tapi kenyataannya banyak kejadian pelanggaran HAM terjadi di lingkungan keluarga baik antar orang tua, antar saudara, antar orang tua dan anak, dan antar anggota keluarga lainnya.
Pelanggaran HAM antar orang tua biasanya dalam bentuk KDRT (Kekerasan Dalam Rumah Tangga). Sedangkan antar saudara berupa pembunuhan, penganiayaan, dan pencemaran nama baik. Dan antar orang tua dan anak pelanggaran HAM yang sering terjadi adalah penganiayaan, penyiksaan, bahkan pembunuhan.
Karya tulis ini akan berpusat pada pelanggaran HAM oleh orang tua kepada anak. Hal ini tidak lazim dilakukan tapi lazim terjadi. Anak-anak seharusnya mendapatkan pedidikan dari orang tua secara manusiawi, kasih sayang dan perhatian. Tapi nyatanya masih banyak anak yang mendapatkan kekerasan baik fisik maupun mental yang bahkan berakhir sampai menuju maut.
Pada tahun 2016 di Tanggerang contohnya seorang ibu tiri membunuh anaknya yang berusia tujuh tahun dikediamannya. Di Bekasi  seorang ibu muda dengan sengaja melempar bayinya dari atas atap Bekasi Junction yang berakhir kematian pada sang bayi. Sedangkan di Makassar seorang ayah membanting anaknya yang berusia 4 tahun hingga tewas. Dan ada juga kasus yang sempat menjadi viral di media sosial Indonesia bahkan menjadi sorotan dunia pada tahun 2015 yaitu kasus pembunuhan Angeline di Bali oleh ibu angkatnya. Kasus kekerasan ini bukanlah permasalahan baru, sudah sejak lama tindak kekerasan terhadap orang tua terjadi contohnya pada tahun 1984 kasus penganiayaan yang berakhir kematian pada Arie Anggara yang pelakunya adalah ibu kandung sendiri.
Setiap tahun angka kekerasan terhadap anak mecapai 3.700 dan rata-rata terjadi 15 kasus perhari dengan sekitar 70% pelakunya adalah orang tua mereka sendiri. Jadi sangat pantas jika Indonesia saat ini disebut sedang krisis kekerasan terhadap anak.
Oleh kerena itu mari kita cegah dan berantas kekerasan terhadap anak di Indonesia dengan meningkatkan pemahaman akan Hak Asasi Manusia (HAM) dimulai dari keluarga, karena jika keluarga adalah tersangka lalu siapa yang melindungi, jika keluarga bukan tempat aman lalu apakah anak akan selalu terancam? Dan apakah Indonesia bisa sejahtera sedangkan penerusnya kehilangan hak asasinya?

1.2.       Rumusan Masalah
a.    Apa pengertian dari HAM?
b.    Apa saja macam-macam HAM
c.    Apa pengertian dari pelanggaran HAM?
d.   Apa saja macam-macam pelanggaran HAM?
e.    Apa yang dimaksud dengan pelanggaran HAM oleh orang tua kepada anak di lingkungan keluarga?
f.     Apa saja macam-macam pelanggaran HAM oleh orang tua kepada anak di lingkungan keluarga?
g.    Apa saja faktor-faktor yang menyebabkan pelanggaran HAM oleh orang tua kepada anak di lingkungan keluarga?
h.    Apa saja upaya dalam menanggulangi pelanggaran HAM oleh orang tua kapada anak di lingkungan keluarga?
i.      Apa saja undang-undang yang mengatur hak asasi anak di Indonesia?
j.      Apa saja sanksi-sanksi pelaku hak asasi anak di Indonesia?
k.    Apa saja hambatan dalam pemberantasan pelanggaran HAM oleh orang tua kepada anak di lingkungan keluarga?

1.3.       Tujuan
a.    Agar pembaca memahami pengertian dari HAM.
b.    Agar pembaca memahami macam-macam dari HAM.
c.    Agar pembaca memahami pengertian dari pelanggaran HAM.
d.   Agar pembaca memahami macam-macam dari pelanggaran HAM.
e.    Agar pembaca memahami maksud dari pelanggaran HAM oleh orang tua kepada anak di lingkungan keluarga.
f.     Agar pembaca memahami macam-macam pelanggaran HAM oleh orang tua kepada anak di lingkungan keluarga.
g.    Agar pembaca memahami faktor-faktor yang menyebabkan pelanggaran HAM oleh orang tua kepada anak di lingkungan keluarga.
h.    Agar pembaca memahami upaya dalam menanggulangi pelanggaran HAM oleh orang tua kapada anak di lingkungan keluarga.
i.      Agar pembaca memahami undang-undang yang mengatur hak asasi anak di Indonesia.
j.      Agar pembaca memahami sanksi-sanksi pelaku hak asasi anak di Indonesia.
k.    Agar pembaca memahami hambatan dalam pemberantasan pelanggaran HAM oleh orang tua kepada anak di lingkungan keluarga.

1.4.       Manfaat
a.    Meningkatnya pemahaman masyarakat akan Hak Asasi Manusia.
b.    Meningkatnya pemahanan orang tua akan Hak Asasi Anak.
c.    Mencegah semakin meningkatnya kekerasan anak di lingkungan keluarga.
d.   Mengurangi meningkatnya kekerasan anak di lingkungan keluarga.
e.    Meningkatnya pemahaman-pemahaman masyarakat akan Undang-Undang yang mengatur HAM.
f.     Memperbaiki Hak Asasi Manusia di Indonesia.







BAB II
PEMBAHASAN


2.1.       Pengertian HAM
HAM pada dasarnya adalah hak-hak alamiah pada diri manusia yang merupakan hadiah dari Tuhan sejak lahir. Hak Asasi Manusia (HAM) adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Kuasa dan merupakan anugerah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi dan dilindungi oleh negara, hukum, pemerintah dan setiap orang, demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia (Pasal 1 angka 1 UU NO. 39 Tahun 1999 tentang HAM dan UU No. 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM).
HAM adalah hak-hak dasar yang memiliki oleh manusia, sesuai dengan kodratnya (Kaelan: 2002). Menurut pendapat Jan Materson (dari komisi HAM PBB), dalam Teaching Human Right, United Nation sebagaimana dikutip Baharudin Lopa menegaskan bahwa HAM adalah hak-hak yang melekat pada setiap manusia, yang tanpanya manusia mustahil dapat hidup sebagaimana manusia. John Locke menyatakan bahwa HAM adalah hak-hak yabg diberikan langsung oleh Tuhan Yang Maha Pencipta sebagai hak yang kodrati. (Mansyur Effendi, 1994).
Tap MPR No. XVII/MPR/1988, bahwa Hak Asasi Manusia adalah hak-hak dasar yang melekat pada diri manusia secara kodrat, universal, dan abadi sebagai anugerah Tuhan Yang Maha Esa. David Beetham dan Kevin Boyle HAM dan kebebasan-kebebasan fundamental adalah hak-hak individual yang berasal dari kebutuhan-kebutuhan serta kapasitas-kapasitas manusia.
C. de Rover HAM adalah hak hukum yang dimiliki setiap orang sebagai manusia. Hak-hak tersebut bersifat universal dan dimiliki setiap orang, kaya maupun miskin, laki-laki ataupun permpuan. Hak-hak tersbut mungkin saja dilaggar, tetapi tidak pernah dapat dihapuskan. Hak asasi merupakan hak hukum, ini berarti bahwa hak-hak tersebut merupakan hukum. Hak asasi manusia manusia dilindungi oleh konstitusi dan hukum nasional di banyak negara di dunia. Hak asasi manusia adalah hak dasar atau hak pokok yang dibawa manusia sejak lahir sebagai anugerah Tuhan Yang Maha Esa, Hak asasi manusia dihormati, dijunjung tinggi, dan dilindungi oleh negara, hukum, pemerintah, dan setiap orang. Hak asasi manusia bersifat universal dan abadi.
Austin-Ranney HAM adalah ruang kebebasan individu yang dirumuskan secara jelas dalam konstitusi dan dijamin pelaksanaannya oleh pemerintah. A.J.M. Milne HAM adalah hak yang dimiliki oleh semua umat manusia disegala masa dan disegala tempat karena keutaman keberadaannya sebagai manusia. Franz Magnis-Suseno HAM adalah hak-hak yang dimiliki manusia bukan karena diberikan kepadanya oleh masyarakat. Jadi, bukan karena hukum positif yang berlaku, melainkan berdasarkan martabatnya sebagai manusia. Manusia memilikinya karena ia manusia.
Miriam Budiardjo membatasi pengertian hak-hak asasi manusia sebagai hak yang dimiliki manusia yang telah diperoleh dan dibawanya bersamaan dengan kelahiran atau kehadirannya di dalam masyarakat. Oemar Seno Adji yang dimaksud dengan hak asasi manusia ialah hak yang melekat  pada martabat manusia sebagai insan ciptaan Tuhan Yang Maha Esa yang sifatnya tidak boleh dilanggar oleh siapapun, dan yang seolah-olah merupakan suatu holy area.
Dapat disimpulkan dari penjelasan di atas ciri pokok hakikat HAM yaitu :
1)             HAM tidak perlu diberikan, dibeli ataupun diwarisi. HAM adalah bagian dari manusia secara otomatis.
2)             HAM berlaku untuk semua orang tanpa memandang jenis kelamin, ras, agama, etnis, pandangan politik, atau asal usul sosial dan bangsa.
3)             HAM tidak bisa dilanggar. Tidak seorangpun mempunyai hak untuk membatasi atau melanggar hak orang lain. Orang tetap mempunyai HAM walaupun sebuah negara membuat hukum yang tidak melindungi atau melanggar HAM (Mansyur Fakih, 2003)

2.2.       Macam-Macam HAM
2.2.1. Hak Asasi Pribadi (Personal Rights)
Hak asasi yang berhubungan dengan kehidupan pribadi manusia. Contoh hak-hak asasi pribadi ini sebagai berikut.
a)    Hak kebebasan untuk bergerak, berpergian, dan berpindah-pindah tempat.
b)   Hak kebebasan mengeluarkan atau menyatakan pendapat.
c)    Hak kebebasan memilih dan aktif dalam organisasi atau perkumpulan.
d)   Hak kebebasan untuk memilih, memeluk, menjalankan agama dan kepercayaan yang diyakini masing-masing.

2.2.2. Hak Asasi Politik (Political Rights)
Hak asasi yang berhubungan dengan kehidupan politik. Contoh hak-hak asasi politik ini sebagai berikut.
a)    Hak untuk memilih dan dipilih dalam suatu pemilihan.
b)   Hak ikut serta dalam kegiatan pemerintahan.
c)    Hak membuat dan mendirikan partai politik serta organisasi politik lainnya.
d)   Hak untuk membuat dan mengajukan suatu usulan petisi.

2.2.3. Hak Asasi Hukum (Legal Equality Rights)
Hak kesamaan kedudukan dalam hukum dan pemerintah, yaitu hak yang berkaitan dengan kehidupan hukum dan pemerintah. Contoh hak-hak asasi hukum sebagai berikut.
a)    Hak mendapatkan perlakuan yang sama dalam hukum dan pemerintah.
b)   Hak untuk menjadi Pegawai Negeri Sipil (PNS).
c)    Hak mendapatkan layanan dan perlindungi hukum.

2.2.4. Hak Asasi Ekonomi (Property Rights)
Hak yang berhubungan dengan kegiatan perekonomian. Contoh hak-hak asasi ekonomi ini sebagai berikut.
a)    Hak kebebasan melakukan kegiatan jual beli.
b)   Hak kebebasan mengadakan perjannjian kotrak.
c)    Hak kebebasan menyelanggarakan sewa menyewa dan utang piutang.
d)   Hak kebebasan untuk memiliki sesuatu.
e)    Hak memiliki dan mendapatkan pekerjaaan yang layak.

2.2.5. Hak Asasi Peradilan (Procedural Rights)
Hak untuk diperlakukan sama dalam tata cara pengadilan. Contoh hak-hak asasi peradilan ini sebagai berikut.
a)    Hak mendapatkan pembelaan hukum di pengadilan.
b)   Hak persamaan atas perlakuan, penggeledahan, penangkapan, penahanan, dan penyelidikan di muka hukum.

2.2.6. Hak Asasi Sosial Budaya (Social Culture Rights)
Hak yang berhubungan dengan kehidupan masyarakat dengan kehidupan bermasyarakat. Contoh hak-hak asasi sosial budaya ini sebagai berikut.
a)    Hak menentukan, memilih, dan mendapatkan pendidikan.
b)   Hak mendapatkan pengajaran.
c)    Hak untuk mengembangkan budaya yang sesuai dengan bakat dan minat.

2.3.       Pengertian Pelanggaran HAM
Menurut Pasal 1 Angka 6 No. 39 Tahun 1999 yang dimaksud dengan pelanggaran hak asasi manusia adalah setiap perbuatan seseorang atau kelompok orang termasuk aparat negara, baik disengaja maupun tidak disengaja atau kelalaian yang secara hukum mengurangi, menghalangi, membatasi dan atau mencabut hak asasi manusia seseorang atau kelompok yang dijamin oleh undang-undang dan tidak mendapatkan atau dikhawatirkan tidak akan memperoleh penyesalan hukum yang adil dan benar berdasarkan mekanisme hukum yang berlaku.
Menurut UU No. 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM, Pelanggaran HAM adalah setiap perbuatan seseorang atau kelompok orang termasuk aparat negara baik disengaja atau kelalaian yang secara hukum mengurangi, menghalangi, membatasi dan atau mencabut hak asasi manusia seseorang atau kelompok yang dijamin oleh Undang-Undang ini, dan tidak didapatkan, atau dikhawatirkan tidak akan memperoleh penyelesaian hukum yang adil dan benar, berdasrkan mekanisme hukum yang berlaku.
Dengan demikian, pelanggaran HAM merupakan tindakan pelanggaran kemanusiaan baik dilakukan individu maupun oleh institusi negara atau institusi lainnya terhadap hak asasi individu lain tanpa ada dasar atau alasan yuridis dan alasan rasional yang menjadi pijakannya.

2.4.       Macam-Macam Pelanggaran HAM
Pelanggaran HAM dikatagorikan dalam dua jenis yaitu :
a.              Kasus pelanggaran HAM berat yang bersifat berat, meliputi :
1)   Pembunuhan Masal (Genosida)
Genosida adalah setiap perbuatan yang dilakukan dengan maksud untuk menghancurkan atau memusnahkan seluruh atau sebagian kelompok bangsa, ras, etnis, dan agama dengan cara melakukan tindak kekerasan (UUD No. 26 Tahun 2000 Tentang Pengadilan HAM).
2)   Kejahatan Kemanusiaan
Kejahatan kemanusiaan adalah suatu perbuatan yang dilakukan berupa serangan yang ditunjukan secara langsung terhadap penduduk sipil seperti pengusiran penduduk  secara paksa, pembunuhan, penyiksaan, perbudakan dan lain-lain.

b.             Kasus pelanggaran HAM  yang biasa, meliputi :
1)   Pemukulan.
2)   Penganiayaan.
3)   Pencemaran nama baik.
4)   Menghalangi orang untuk mengekspresikan pendapatnya.
5)   Menghilangkan nyawa orang lain.

2.5.       Pelanggaran HAM oleh Orang Tua Kepada Anak
2.5.1. Kekerasan Terhadap Anak
Kekerasan terhadap anak adalah segala tindakan baik disengaja maupun tidak disengaja yang dapat merusak anak baik berupa serangan fisik, mental, sosial, ekonomi maupun seksual yang melanggar hak asasi manusia, bertentangan dengan nilai-nilai dan norma-norma dalam masyarakat. Menurut Susanto kekerasan anak adalah perlakuan orang dewasa atau yang lebih tua dengan menggunakan kekuasaan / otoritasnya terhadap anak yang tak berdaya yang seharusnya menjadi tanggung jawab dari orang tua atau pengasuh yang berakibat penderitaan, kesengsaraan, cacat/kematian.
Sedangkan menurut Patilima mendefinisikan perlakuan yang salah pada anak adalah segala perlakuan terhadap anak yang akibat dari kekerasannya mengancam kesejahteraan dan tumbuh kembang anak baik secara fisik, psikologi sosial maupun mental, kekerasan pada anak dalam arti kekerasan dan penelantaran adalah semua bentuk perlakuan menyakitkan baik secara fisik maupun emosional, pelecehan seksual, penelataran, eksploitasi komersial/eksploitasi lainyang mengakibatkan cedera atau kerugian nyata maupun potensial terhadap lesehatan anak, tumbuh kembang anak atau martabat anak yang dilakukan dalam konteks hubungan tanggung jawab kepercayaan dan kekuasaan.
Menurut WHO kekerasan adalah penggunaan kekuatan fisik dan kekuasaan, ancaman, dan tindakan terhadap diri sendiri, perorangan atau sekelompok orang atau masyarakat yang mengakibatkan atau kemungkinan besar mengakibatkan memar/trauma, kematian, kerugian psikolagis, kelainan perkembangan atau perampasan hak.

2.5.2. Perhatian Orang Tua Kepada Anak
Perhatian orang tua adalah pemusatan tenaga psikis tertuju pada objek tertentu (Suryabrata, 2004:14). Sedangkan pendapat lain mengemukakan bahwa perhatian merupakan permusatan atau konsentrasi yang ditujukan kepada sesuatu atau objek (Walgito, 1990:56). Dari kedua pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa perhatian orang tua adalah kesadaran jiwa orang tua untuk memperdulikan anaknya, terutama dalam memberikan dan memenuhi kebutuhan anaknya baik dalam segi emosi maupun materi.

2.5.3. Ekploitasi Anak
Eksploitasi anak adalah tindakan sewenang-wenang dan perlakuan yang bersifat deiskriminatif terhadap anak yang dilakukan oleh masyarakat ataupun keluarga dengan tujuan memaksa anak tersebut untuk melakukan sesuatu tanpa memperhatikan hak anak seperti perkembangan fisik dan mentalnya. Eksploitasi anak dibawah umur berarti mengeksploitasi anak untuk melakukan tindakan yang menguntungkan pada segi ekonomi, sosial maupun politik tanpa memandang umur anak yang statusnya masih hidup dimasa kanak-kanak (kurang dari 17 tahun).
Eksploitasi anak secara ekonomi adalah pemanfatan anak-anak secara tidak etis demi mendapatkan keuntungan secara ekonomi baik berupa uang ataupun yang setera dengan uang (Martaja: 2005).

2.5.4. Kekerasan Seksual Pada Anak
Kekerasan terhadap anak adalah suatu bentuk penyiksaan anak dimana orang dewasa atau orang tua menggunakan anak untuk ransangan seksual (U.S Natiional Library of Medicine: 2008). Bentuk pelecehan seksual anak termasuk menekan atau meminta seorang anak untuk melakukan aktivitas seksual (terlepas dari hasilnya), memberi paparan yang tidak senonoh dari alamat kelamin untuk anak, menampilkan pornografi untuk anak, melakukan hubungan seksual kepada anak-anak, kontak fisik dengan alat kalimat anak (kecuali dalam kontek non seksual tertentu seperti pemeriksaan medis), dan menggunakan anak untuk memproduksi pornografi anak (Martin dkk: 1993 hlm. 92).
Pelecehan seksual oleh anggota keluarga adalah bentuk inses, dan dapat menghasilkan dampak yang lebih serius dan trauma psikologis jangka panjang, terutama dalam kasus inses orang tua (Courtois: 1988 hlm. 208).

2.5.5. Komunikasi Orang Tua Kepada Anak
Dalam kesibukan kerja dan aktifitas dari orang tua kadang mengakibatkan kurangnya komunikasi antar orang tua dengan sang anak. Terkadang orang tua akan sedikit lalai dalam memperhatikan sang anak karena kesibukannya. Dengan membangunkan komunikasi efektif maka akan menghindari kesalah pahaman atau kecurigaan dan stigma yang kadang kala menjadi pemicu pertengkaran.

2.6.       Macam-Macam Pelanggaran HAM oleh Orang Tua Kepada Anak
2.6.1. Kekerasan Secara Fisik (Physical Abuse)
Kekerasan fisik (Physical Abuse) adalah penyiksaan, pemukulan, dan penganiayaan terhadap anak, dengan atau tanpa menggunakan benda-benda tertentu, yang menimbulkan luka-luka fisik atau kematian pada anak. Bentuk luka dapat berupa lecet atau memar akibat persentuhan atau kekerasan benda tumpul, seperti bekas gigitan, cubitan, ikat pinggang, atau rotan. Dapat pula berupa luka bakar akibat benda panas atau pola akibat sundutan rokok atau setrika. Lokasi luka biasanya ditemukan didaerah paha, lengan, mulut, pipi, dada, perut, punggung atau daerah bokong. Terjadinya kekerasan terhadap anak secara fisik umunya dipicu oleh tingkah laku anak yang tidak sukai orang tuanya, seperti anak nakal atau rewel, menangis terus, minta jajan, buang air atau muntah di sembarang tempat, memecahkan barang berharga.

2.6.2. Kekerasan Emosional (Emosional Abuse)
Emotional abuse terjadi ketika orang tua/pengasuh dan pelindung anak setelah mengetahui anaknya meminta perhatian, mengabaikan anak itu. Ia membiarkan anak basah atau lapar karena ibu terlalu sibuk atau tidak ingin diganggu waktu itu. Ia boleh juga mengabaikan kebutuhan anak untuk dipeluk atau dilindungi anak akan mengingat kekerasan emosional jika kekersan emosional berlangsung konsisten. Orang tua yang secara emosional berlaku keji pada anaknya akan terus menerus melakukan hal sama sepanjang hidup anak itu.

2.6.3. Kekerasan Secara Verba (Verba Abuse)
Biasanya berupa perilaku verbal dimana pelaku melakaukan pola komunikasi yang berisi penghinaan, ataupun kata-kata yang melecehkan anak. Pelaku biasanya melakukan tindakan mental abuse, menyalahkan, melabeli, atau juga mengkambing hitamkan.

2.6.4. Kekerasan Seksual (Sexsual Abuse)
Sexsual abuse meliputi pemaksaan hubungan seksual yang dilakukan terhadap orang yang menetap dalam lingkup rumah tangga (seperti orang tua, saudara, kerabat dekat, pekerja rumah tangga). Selanjutnya dijelaskan bahwa sexual abuse adalah setiap perbuatan yang berupa pemaksaan hubungan seksual, pemaksaan hubungan seksual dengan cara tidak wajar dan atau tidak disukai, pemaksaan hubungan seksual dengan orang lain untuk tujuan komersil dan atau tujuan tertentu.

2.6.5. Kekerasan Anak Secara Sosial
Kekerasan secara sosial dapat mencakup penelataran anak dan eksploitasi anak. Penelataran anak adalah sikap dan perlakuan orang tua yang tidak memberikan perhatian yang layak terhadap proses tumbuh-kembang anak. Misalnya anak dikucilkan, diasingkan dari keluarga, atau tidak diberikan pendidikan dan perawatan kesehatan yang layak. Eksploitasi anak menunjuk pada sikap diskriminatif atau perlakuan sewenang-wenang terhadap anak yang dilakukan keluarga atau masyarakat. Sebagai contoh memaksan anak untuk melakukan sesuatu demi kepentingan ekonomi, sosial atau politik tanpa memperhatikan hak-hak anak untuk mendapatkan perlindungan sesuai dengan perkembangan fisik, psikisnya dan status sosialnya. Misalnya anak dipaksa untuk bekerja di pabrik-pabrik yang membahayakan (pertambangan, sektor alas kaki) dengan upah rendah atau tanpa peralatan yang memadai, anak dipaksa untuk angka senjata, atau dipaksa melakukan pekerjaan-pekerjaan rumah tangga melebihi batas kemampuannya.

2.7.       Faktor-Faktor Yang Menyebabkan Pelanggaran HAM Oleh Orang Tua Kepada Anak
Beberapa faktor yang memicu kekerasan anak di lingkungan kelurga menurut Komnas Perlindungan Anak antara lain:
a)             Pewarisan Kekerasan Anatar Generasi (Intergenerational Transmission of Violance)
Banyak anak belajar perilaku kekerasan dar orang tuanya dan ketika tumbuh menjadi dewasa mereka melakukan tindakan kekerasan kepada anaknya. Dengan demikian, perilaku kekerasan diwarisi (tranmited) dari generasi ke generasi.

b)             Sterss Sosial (Social Stress)
Stres yang ditimbulkan oleh berbagai kondisi sosial meningkatkan resiko kekerasan terhadap anak dalam keluarga. Kondisi-kondisi sosial ini mencakup pengangguran (unemployment), penyakit (illness), kondisi perumahan buruk (poor housing coundition), ukuran keluarga besar dari rata-rata (a large than average family size), kelahiran bayi baru (the presence of a new baby), orang cacat (disabled person) dirumah, dan kematian (the death) seorang anggota keluarga. Sebagian besar kasus dilaporkan tentang tindakan kekerasan terhadap anak berasal dari keluarga yang hidup dalam kemisikinan.
Tindakan kekerasan terhadap anak juga terjadi dalam keluarga kelas menengah dan kaya, tetapi tindakan yang dilaporkan lebih banyak diantara keluarga miskin karena beberapa alasan.

c)             Isolasi Sosial dan Keterlibatan Masyakarta Bawah
Orang tua dan pengganti orang tua yang melakukan tindakan kekerasan terhadap anak cenderung terisolasi secara sosial. Sedikit sekali orang tua yang bertindak keras ikut serta dalam suatu organisasi masyarakat dan kebanyakan mempunyai hubungan yang sedikit dengan teman atau kerabat.

d)            Struktur Keluarga
Tipe-tipe keluarga tertentu memiliki risiko yang meningkat untuk melakukan tindakan kekerasan dan pengabaian kepada anak. Misalnya, orang tua tunggal lebih memungkinkan melakukan tindakan kekerasan terhadap anak dibandingkan dengan orang tua utuh. Selain itu, keluarga-keluarga dimana baik suami maupun istri mendominasi di dalam membuat keputusan seperti dimana bertempat tinggal, pekerjaan apa yang diambil, bilamana mempunyai anak, dan beberapa keputusan lainnya, mempunyai tingkat kekerasan terhadap anak yang lebih tinggi dibandingkan dengan keluarga-keluarga yang suami istrinya sama-sama bertanggung jawab atas keputusan-keputusan tersebut.

2.8.       Upaya Dalam Menanggulangi Pelanggaran HAM Oleh Orang Tua Kapada Anak
Beberapa upaya yang dapat dilakukan untuk menanggulangi kekerasan terhadap anak oleh orang tua yaitu:
a)             Pendidikan dan Pengetahuan Orang Tua Cukup
Tindak kekerasan terhadap anak sangat berpengaruh terhadap perkembangan baik psikis maupun fisik mereka. Oleh karena itu, perlu hentikan tindak kekerasan tersebut, dengan pendidikan yang lebih tinggi dan pengetahuan yang cukup diharapkan orang tua mampu mendidik anaknya kearah perkembangan yang memuaskan tanpa adanya tindak kekerasan.

b)             Keluarga yang Hangat dan Demokratis
Dalam sebuah R Study terbukti bahwa IQ anak yang tinggal dirumah yang orang tuanya acuh tak acuh, bermusuhan dan keras, atau broken home, perkembangan IQ anak mengalami penurunan dalam masa tiga tahun. Sebaliknya anak yang tinggal dirumah orang tuanya penuh pengertian, bersikap hangat penuh kasih sayang dang menyisihkan waktunya untuk berkomunikasi dengan anak-anaknya, menjelaskan tindakannya, memberikan kesempatan anak untuk mengambil keputusn, berdialog dan diskusi hasilnya rata-rata IQ (bahkan kecerdasan emosi) anak mengalami kenaikan sekitar 8 point. Hasil penelitian R. Study juga membuktikan bahwa 63% dari anak nakal pada suatu lembaga pendidikan anak-anak dilenkuen (nakal), berasal dari keluarga yang tidak utuh (broken home). Kemudian hasil penelitian K. Gottschaldt di Leipzig (Jerman) menyatakan bahwa 70,8% dari anak-anak yang sulit dididik ternyata berasal dari keluarga yang tidak teratur, tidak utuh, atau mengalami tekanan hidupyang terlampau berat.

c)             Membangun Komunikasi Yang Efektif
Kunci persoalan kekerasan terhadap anak disebabkan karena tidak adanya komunikasi yang efektif dalam sebuah keluarga. Sehingga yang muncul adalah stereotyping (stigma) dan predijuce (prasangaka). Dua hal itu kemudian mengalami proses akumulasi yang kadang dibumbui intervensi pihak ketiga. Untuk menghindari kekerasan terhadap anak maka diperlukan anggota keluarga yang saling berinteraksi dengan komunikasi yang efektif.

d)            Mengintegrasikan isuh hak anak kedalam peraturan perundang-undangan, kebijakan program dan kegiatan sampai dengan penganggaran sejak tahap perencanaan, pelaksanaan, pemantauan, dan evaluasi sehingga menjadi resposive terhadap hak anak.

2.9.       Undang-Undang yang Mengatur Hak Asasi Anak di Indonesia
Sebagai negara hukum, Indonesia memiliki beberapa peraturan perundang-undangan yang mengatur perlindungan anak yang terdiri dari:
a)             UUD 1945 Pasal 28B ayat (2), “Setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh dan berkembang serta berhak atas perlindungan atas kekerasan dan diskriminasi.”
b)             UUD 1945 Pasal 31 ayat (1), “... tiap-tiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan.”
c)             UUD 1945 Pasal 31 ayat (2), “... Pemerintah wajib membiayai pendidikan dasar.”
d)            Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.
·      Pasal 2
Penyelenggaraan perlindungan anak berasaskan Pancasila dan berlandaskan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 serta prinsip-prinsip dasan Konvensi Hak-Hak Anak.
·      Pasal 3
Perlindungan anak bertujuan untuk menjamin terpenuhinya hak-hak anak agar tetap hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapatkan perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi, demi terwujudnya anak Indonesia yang berkualitas, berakhlak mulia dan sejatera.
·       Pasal 4
Setiap anak berhak untuk dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi secara wajar sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapatkan perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.
·      Pasal 5
Setiap anak berhak atas suatu nama sabagai identitas diri dan status kewarganegaraan.
·      Pasal 6
Setiap anak berhak untuk beribadah menurut agamanya, berpikir dan berekspresi sesuai dengan tingkat kecerdasan dan usianya, dalam bimbingan orang lain.
·      Pasal 7
1.    Setiap anak berhak untuk mengetahui orang tuanya, dibesarkan dan diasuh oleh orang tuanya sendiri.
2.    Dalam hal karena sesuatu sebab orang tuanya tidak dapat menjamin tumbuh kembang anak, atau anak dalam keadaan terlantar maka anak tersebut berhak diasuh atau diangkat sebagai anak asuh atau anak angkat oleh orang lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
·      Pasal 8
Setiap anak berhak memperoleh pelayanan kesehatan dan jaminan sosial sesuai dengan kebutuhan fisik, mental, spiritual, dan sosial.
·      Pasal 9
1.    Setiap anak berhak memperoleh pendidikan dan pengajaran dalam rangka pengembangan pribadinya dan tingkat kecerdasannya sesuai dengan minat dan bakatnya.
2.    Selain hak anak yang dimaksud dalam ayat (1), khusus bagi anak yang menyandang cacat juga berhak memperoleh pendidikan luar biasa, sedangkan bagi anak yang memiliki keunggulan juga berhak mendapatkan pendidikan khusus.
·      Pasal 10
Setiap anak berhak memnyatakan dan didengar pendapatnya, menerima, mencari dan memberikan informasi sesuai dengan tingkat kecerdasan dan usianya demi pengembangan dirinya sesuai dengan nilai-nilai kesusilaan dan kepatutan.
·      Pasal 11
Setiap anak berhak untuk beristirahat dan memanfaatkan waktu luang, bergaul dengan anak yang sebaya, bermain, bereaksi dan berkreasi sesuai dengan minat, bakat, dan tingkat kecerdasannya demi pengembangan diri.
·      Pasal 12
Setiap anak yang menyandang cacat berhak memperoleh rehabilitasi, bantuan sosial, dan pemeliharaan taraf kesejateraan sosial.
·      Pasal 13
1.    Setiap anak selama dalam pengasuhan orang tua, wali, atau pihak lain mana pun yang bertanggung jawab atas pengasuhan, berhak mendapatkan perlindungan.
2.    Dalam hal orang tua, wali atau pengasuh anak melakukan segala bentuk perlakuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) maka pelaku dikenakan hukuman berat.
·      Pasal 14
Setiap anak berhak untuk diasuh oleh orang tuanya sendiri, kecuali jika ada alasan dan/atau aturan hukum yang sah yang menunjukan bahwa pemisahan itu adalah demi kepentingan terbaik anak dan merupakan pertimbangan terakhir.
e)             Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak
f)              Peraturan Presiden Nomor 18 tahun 2014 tantang Perlindungan Anak dan Pemberdayaan Anak dan Perempuan dalam Konflik Sosial.
g)             Undang-Undang Nomor. 35 Tahun 2014

2.10.   Sanksi-Sanksi Pelaku Hak Asasi Anak di Indonesia
Di dalam UU No. 35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas UU No. 23 Tahun 2003 tentang Perlindungan Anak dinyatakan bahwa pelaku kekerasan seksual terhadap anak dijerat hukuman maksimal kurungan selama 15 tahun. Dan apabila pelaku adalah orang yang dekat dengan anak, seperti orang tua, saudara ataupun kerabat, hukuman ditambah sepertiga waktu hukaman asli sehingga total waktu kurungan 20 tahun penjara.
Dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) menjelaskan hukuman penjara maksimal 15 tahun minimal 5 tahun penjara untuk perbudakan wanita atau anka termasuk perdagangan, hukuman maksimal 20 tahun penjara dan minimal 10 tahun penjara untuk pemerkosaan, perbudakan sesual pelacuran secara paksa, pemaksaan kehamilan, dan penghilangan orang secara paksa.
2.11.   Hambatan Dalam Pemberantasan Pelanggaran HAM oleh Orang Tua Kepada Anak
Mambatan-hambatan dalam pemberantasan HAM oleh orang tua kepada anak meliputi :
a)             Karena terjadi diruang lingkup keluarga maka sulit untuk dipantau oleh orang luar.
b)             Kebanyakan dari keluarga korban menutupi kasus karena anggap aib.
c)             Para korban enggan melapor dengan alasan memperoleh ancaman dari pelaku.
d)            Kasus baru akan terungkap setelah jatuh korban banyak dan korban sudah mengalami dampak ekstream dari pelanggaran HAM.
e)             Pelaku sangat pandai menutupi kesalahannya dengan berbagai cara.
f)              Pendidikan orang tua yang kurang mempuni.
g)             Lingkungan sosial yang tidak mendukung.
h)             Lingkungan keluarga yang acuh tak acuh.




BAB III
PENUTUPAN


3.1.       Kesimpulan
Dari paparan diatas maka dapat disimpulkan bahwa.
1.    HAM pada dasarnya adalah hak-hak alamiah pada diri manusia yang merupakan hadiah dari Tuhan sejak lahir.
2.    HAM memiliki ciri-ciri HAM tidak perlu diberikan, HAM tidak bisa dilanggar, HAM berlaku untuk semua orang.
3.    HAM terdiri atas Hak Asasi Pribadi (Personal Rights), Hak Asasi Politik (Political Rights), Hak Asasi Hukum (Legal Equality Rights), Hak Asasi Ekonomi (Property Rights), Hak Asasi Peradilan (Procedural Rights), Hak Asasi Sosial Budaya (Social Culture Rights).
4.      Pelanggaran HAM merupakan tindakan pelanggaran kemanusiaan baik dilakukan individu maupun oleh institusi negara atau institusi lainnya terhadap hak asasi individu lain tanpa ada dasar atau alasan yuridis dan alasan rasional yang menjadi pijakannya.
5.    Pelanggaran HAM terdiri atas kasus pelanggaran HAM berat, kasus pelanggaran HAM ringan.
6.    Kekerasan Anak dapat dihindari dengan komunikasi yang efektif dengan anak.
7.    Pendidikan orang tua sangat berpengaruh pada tindak kekerasan terhadap anak.
8.    Hambatan dalam pemberantasan timbul akibat terjadi di lingkungan keluarga yang tertutup.
9.    Indonesia sudah secara tegas melarang dan memberantas pelanggaran HAM pada anak dengan mengerluarkan UU dan mencantumkannya secara tesirat di Pancasila Sila ke-2 dan UUD 1945.



DAFTAR PUSTAKA


Abu, Huraerah. 2006. Kekerasan Terhadap Anak. Jakarta: Nuansa Emmy.
Ahmad, Ubaidallah, Dkk. 2000. Demokrasi, HAM, Dan Masyarakat Madani. Jakarta: KCE UIN Syarif Hidayahtullah.
Bimo Walgito, 2005. Bimbingan dan Konseling. Yogyakarta : Andi Offset
Courtois, Christine A. 1988. Healing The Incest Wount Adult Survivors In therapy. New York: Norton.
Drs. S. Sumarsono, Dkk. 2000. Pendidikan Kewarganegaraan. Daerah: Tanpa Nama Penerbit.
Effendi, A. Mansyur. 2005. Perkembangan Dimensi Hak Asasi Manusia dan Proses Dinamika Penyusunan Hukum Hak Asasi Manusia. Bogor: Ghalia Indonesia.
Kaelan. 2002. Filsafat Bahasa: Masalah dan Perkembangannya. Yogyakarta: Paradigma.
Kaelan, 2004. Pendidikan Pancasila. Yogyakarta: Paradigma.
Mahffudin, Moch Fuad. 2013. Kasus Pelanggaran HAM Di Indonesia. Lamongan: Universitas Islami Lamongan.
Martin J, Dkk. 1993. Child Abuse & Neglect.
Prof. Dr. H. Zainudin Ali, M.A. 2006. Sosiologi Hukum. Jakarta: Sinar Grafika
Sadjidman, Djunaedi. 2009. Pendidikan Kewarganegaraan. Daerah: Tanpa Nama Penerbit.
Soekresno. 2007. Mengenali dan Mencegah Terjadinya Tindak Kekerasan Terhadap Anak.
Sumadi Suryabrata. 2000. Psikologi Pendidikan (Suatu Penyajian Secara Operasional). Yogyakarta : Rake Press.
UU No. 23 Tahun 2003 tentang Perlindungan Anak www.hukumonline.com
Wahidin. 2008. Makalah Pendidikan Kewarnegaraan Tentang Hak Asasi Manusia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar