BAB 1
PENDAHULUAN
1.1.
Latar
Belakang
Indonesia
merupakan negara dengan populasi penduduk terbesar nomor empat di dunia. Dengan
populasi penduduk yang besar, maka banyak pula permasalahan sosial yang di hadapi
Indonesia. Salah satunya pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) yang marak terjadi
akhir-akhir ini.
Masalah
HAM ini tidak dapat di anggap sepele. Pelanggaran terhadap HAM merupakan
kejahatan yang sudah diakui oleh organisasi dunia seperti PBB dan UNICEF
sebagai kejahatan yang marak terjedi di dunia dan diusahakan pemberantasannya.
Bukan hanya itu, di Indonesia juga sudah secara tegas melarang tindak
pelanggaran HAM dalam Pancasila sila kedua dan Undang-Undang Dasar 1945 Pasal
27, Pasal 28, Pasal 28A, Pasal 28B, Pasal 28C, Pasal 28D, Pasal 28E, Pasal 28F,
Pasal 28G, Pasal 28H, Pasal 28I, Pasal 28 J, Pasal 29, Pasal, 30 ayat 1, Pasal
31, Pasal 32 ayat 1, Pasal 34, dan Pasal 34.
Dengan
adanya aturan-aturan yang sudah tegas baik yang tersirat dalam Pancasila sila
kedua dan tertulis pada Undang-Undang Dasar 1945, sewajarnya rakyat Indonesia
harus taat dan menjunjung tinggi nilai-nilai HAM. Akan tetapi hal itu sulit
untuk diwujudkan, karena masih saja pelanggaran HAM terjadi baik di lingkungan
sosial masyarakat, sekolah bahkan keluarga. Pelanggaran HAM yang dilakukan pun
bermacam-macam seperti pembunuhan, penyiksaan, penganiayaan, perbudakan, pencemaran
nama baik dan menghalangi seseorang untuk menyampaikan aspirasi.
Seperti
yang telah dijelaskan di atas pelanggaran HAM dapat terjadi dimana saja dan di
ruang lingkup apa saja bahkan ruang lingkup keluarga. Padahal jika di lihat
dari konteksnya, keluarga merupakan kerabat dekat yang dapat di percaya dan
sewajarnya saling melindungi. Tapi kenyataannya banyak kejadian pelanggaran HAM
terjadi di lingkungan keluarga baik antar orang tua, antar saudara, antar orang
tua dan anak, dan antar anggota keluarga lainnya.
Pelanggaran
HAM antar orang tua biasanya dalam bentuk KDRT (Kekerasan Dalam Rumah Tangga).
Sedangkan antar saudara berupa pembunuhan, penganiayaan, dan pencemaran nama
baik. Dan antar orang tua dan anak pelanggaran HAM yang sering terjadi adalah
penganiayaan, penyiksaan, bahkan pembunuhan.
Karya
tulis ini akan berpusat pada pelanggaran HAM oleh orang tua kepada anak. Hal
ini tidak lazim dilakukan tapi lazim terjadi. Anak-anak seharusnya mendapatkan pedidikan
dari orang tua secara manusiawi, kasih sayang dan perhatian. Tapi nyatanya
masih banyak anak yang mendapatkan kekerasan baik fisik maupun mental yang
bahkan berakhir sampai menuju maut.
Pada
tahun 2016 di Tanggerang contohnya seorang ibu tiri membunuh anaknya yang
berusia tujuh tahun dikediamannya. Di Bekasi
seorang ibu muda dengan sengaja melempar bayinya dari atas atap Bekasi
Junction yang berakhir kematian pada sang bayi. Sedangkan di Makassar seorang ayah
membanting anaknya yang berusia 4 tahun hingga tewas. Dan ada juga kasus yang
sempat menjadi viral di media sosial Indonesia bahkan menjadi sorotan dunia
pada tahun 2015 yaitu kasus pembunuhan Angeline di Bali oleh ibu angkatnya.
Kasus kekerasan ini bukanlah permasalahan baru, sudah sejak lama tindak
kekerasan terhadap orang tua terjadi contohnya pada tahun 1984 kasus
penganiayaan yang berakhir kematian pada Arie Anggara yang pelakunya adalah ibu
kandung sendiri.
Setiap
tahun angka kekerasan terhadap anak mecapai 3.700 dan rata-rata terjadi 15
kasus perhari dengan sekitar 70% pelakunya adalah orang tua mereka sendiri. Jadi
sangat pantas jika Indonesia saat ini disebut sedang krisis kekerasan terhadap
anak.
Oleh
kerena itu mari kita cegah dan berantas kekerasan terhadap anak di Indonesia
dengan meningkatkan pemahaman akan Hak Asasi Manusia (HAM) dimulai dari
keluarga, karena jika keluarga adalah tersangka lalu siapa yang melindungi,
jika keluarga bukan tempat aman lalu apakah anak akan selalu terancam? Dan
apakah Indonesia bisa sejahtera sedangkan penerusnya kehilangan hak asasinya?
1.2.
Rumusan
Masalah
a. Apa
pengertian dari HAM?
b. Apa
saja macam-macam HAM
c. Apa
pengertian dari pelanggaran HAM?
d. Apa
saja macam-macam pelanggaran HAM?
e. Apa
yang dimaksud dengan pelanggaran HAM oleh orang tua kepada anak di lingkungan
keluarga?
f. Apa
saja macam-macam pelanggaran HAM oleh orang tua kepada anak di lingkungan
keluarga?
g. Apa
saja faktor-faktor yang menyebabkan pelanggaran
HAM oleh orang tua kepada anak di lingkungan keluarga?
h. Apa
saja upaya dalam menanggulangi pelanggaran HAM oleh orang tua kapada anak di
lingkungan keluarga?
i. Apa
saja undang-undang yang mengatur hak asasi anak
di Indonesia?
j. Apa
saja sanksi-sanksi pelaku hak asasi anak di Indonesia?
k. Apa
saja hambatan dalam pemberantasan pelanggaran
HAM oleh orang tua kepada anak di lingkungan keluarga?
1.3.
Tujuan
a. Agar
pembaca memahami pengertian dari HAM.
b. Agar
pembaca memahami macam-macam dari HAM.
c. Agar
pembaca memahami pengertian dari pelanggaran HAM.
d. Agar
pembaca memahami macam-macam dari pelanggaran HAM.
e. Agar
pembaca memahami maksud dari pelanggaran HAM oleh orang tua kepada anak di
lingkungan keluarga.
f. Agar
pembaca memahami macam-macam pelanggaran HAM oleh orang tua kepada anak di
lingkungan keluarga.
g. Agar
pembaca memahami faktor-faktor yang menyebabkan
pelanggaran HAM oleh orang tua kepada anak di lingkungan keluarga.
h. Agar
pembaca memahami upaya dalam menanggulangi pelanggaran HAM oleh orang tua
kapada anak di lingkungan keluarga.
i. Agar
pembaca memahami undang-undang yang mengatur hak
asasi anak di Indonesia.
j. Agar
pembaca memahami sanksi-sanksi pelaku hak asasi
anak di Indonesia.
k. Agar
pembaca memahami hambatan dalam pemberantasan
pelanggaran HAM oleh orang tua kepada anak di lingkungan keluarga.
1.4.
Manfaat
a. Meningkatnya
pemahaman masyarakat akan Hak Asasi Manusia.
b. Meningkatnya
pemahanan orang tua akan Hak Asasi Anak.
c. Mencegah
semakin meningkatnya kekerasan anak di lingkungan keluarga.
d. Mengurangi
meningkatnya kekerasan anak di lingkungan keluarga.
e. Meningkatnya
pemahaman-pemahaman masyarakat akan Undang-Undang yang mengatur HAM.
f. Memperbaiki
Hak Asasi Manusia di Indonesia.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1.
Pengertian
HAM
HAM
pada dasarnya adalah hak-hak alamiah pada diri manusia yang merupakan hadiah
dari Tuhan sejak lahir. Hak Asasi Manusia (HAM) adalah seperangkat hak yang
melekat pada hakikat dan keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha
Kuasa dan merupakan anugerah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi dan
dilindungi oleh negara, hukum, pemerintah dan setiap orang, demi kehormatan
serta perlindungan harkat dan martabat manusia (Pasal 1 angka 1 UU NO. 39 Tahun
1999 tentang HAM dan UU No. 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM).
HAM
adalah hak-hak dasar yang memiliki oleh manusia, sesuai dengan kodratnya (Kaelan:
2002). Menurut pendapat Jan Materson (dari komisi HAM PBB), dalam Teaching
Human Right, United Nation sebagaimana dikutip Baharudin Lopa menegaskan bahwa
HAM adalah hak-hak yang melekat pada setiap manusia, yang tanpanya manusia
mustahil dapat hidup sebagaimana manusia. John Locke menyatakan bahwa HAM
adalah hak-hak yabg diberikan langsung oleh Tuhan Yang Maha Pencipta sebagai
hak yang kodrati. (Mansyur Effendi, 1994).
Tap
MPR No. XVII/MPR/1988, bahwa Hak Asasi Manusia adalah hak-hak dasar yang melekat
pada diri manusia secara kodrat, universal, dan abadi sebagai anugerah Tuhan
Yang Maha Esa. David Beetham dan Kevin Boyle HAM dan kebebasan-kebebasan
fundamental adalah hak-hak individual yang berasal dari kebutuhan-kebutuhan
serta kapasitas-kapasitas manusia.
C.
de Rover HAM adalah hak hukum yang dimiliki setiap orang sebagai manusia.
Hak-hak tersebut bersifat universal dan dimiliki setiap orang, kaya maupun
miskin, laki-laki ataupun permpuan. Hak-hak tersbut mungkin saja dilaggar,
tetapi tidak pernah dapat dihapuskan. Hak asasi merupakan hak hukum, ini
berarti bahwa hak-hak tersebut merupakan hukum. Hak asasi manusia manusia
dilindungi oleh konstitusi dan hukum nasional di banyak negara di dunia. Hak
asasi manusia adalah hak dasar atau hak pokok yang dibawa manusia sejak lahir
sebagai anugerah Tuhan Yang Maha Esa, Hak asasi manusia dihormati, dijunjung
tinggi, dan dilindungi oleh negara, hukum, pemerintah, dan setiap orang. Hak
asasi manusia bersifat universal dan abadi.
Austin-Ranney
HAM adalah ruang kebebasan individu yang dirumuskan secara jelas dalam
konstitusi dan dijamin pelaksanaannya oleh pemerintah. A.J.M. Milne HAM adalah
hak yang dimiliki oleh semua umat manusia disegala masa dan disegala tempat
karena keutaman keberadaannya sebagai manusia. Franz Magnis-Suseno HAM adalah
hak-hak yang dimiliki manusia bukan karena diberikan kepadanya oleh masyarakat.
Jadi, bukan karena hukum positif yang berlaku, melainkan berdasarkan
martabatnya sebagai manusia. Manusia memilikinya karena ia manusia.
Miriam
Budiardjo membatasi pengertian hak-hak asasi manusia sebagai hak yang dimiliki
manusia yang telah diperoleh dan dibawanya bersamaan dengan kelahiran atau
kehadirannya di dalam masyarakat. Oemar Seno Adji yang dimaksud dengan hak
asasi manusia ialah hak yang melekat
pada martabat manusia sebagai insan ciptaan Tuhan Yang Maha Esa yang
sifatnya tidak boleh dilanggar oleh siapapun, dan yang seolah-olah merupakan
suatu holy area.
Dapat
disimpulkan dari penjelasan di atas ciri pokok hakikat HAM yaitu :
1)
HAM tidak perlu diberikan, dibeli
ataupun diwarisi. HAM adalah bagian dari manusia secara otomatis.
2)
HAM berlaku untuk semua orang tanpa
memandang jenis kelamin, ras, agama, etnis, pandangan politik, atau asal usul
sosial dan bangsa.
3)
HAM tidak bisa dilanggar. Tidak seorangpun
mempunyai hak untuk membatasi atau melanggar hak orang lain. Orang tetap
mempunyai HAM walaupun sebuah negara membuat hukum yang tidak melindungi atau
melanggar HAM (Mansyur Fakih, 2003)
2.2.
Macam-Macam
HAM
2.2.1. Hak Asasi Pribadi (Personal Rights)
Hak
asasi yang berhubungan dengan kehidupan pribadi manusia. Contoh hak-hak asasi
pribadi ini sebagai berikut.
a) Hak
kebebasan untuk bergerak, berpergian, dan berpindah-pindah tempat.
b) Hak
kebebasan mengeluarkan atau menyatakan pendapat.
c) Hak
kebebasan memilih dan aktif dalam organisasi atau perkumpulan.
d) Hak
kebebasan untuk memilih, memeluk, menjalankan agama dan kepercayaan yang
diyakini masing-masing.
2.2.2. Hak Asasi Politik (Political Rights)
Hak
asasi yang berhubungan dengan kehidupan politik. Contoh hak-hak asasi politik
ini sebagai berikut.
a) Hak
untuk memilih dan dipilih dalam suatu pemilihan.
b) Hak
ikut serta dalam kegiatan pemerintahan.
c) Hak
membuat dan mendirikan partai politik serta organisasi politik lainnya.
d) Hak
untuk membuat dan mengajukan suatu usulan petisi.
2.2.3. Hak Asasi Hukum (Legal Equality
Rights)
Hak
kesamaan kedudukan dalam hukum dan pemerintah, yaitu hak yang berkaitan dengan
kehidupan hukum dan pemerintah. Contoh hak-hak asasi hukum sebagai berikut.
a) Hak
mendapatkan perlakuan yang sama dalam hukum dan pemerintah.
b) Hak
untuk menjadi Pegawai Negeri Sipil (PNS).
c) Hak
mendapatkan layanan dan perlindungi hukum.
2.2.4. Hak Asasi Ekonomi (Property Rights)
Hak
yang berhubungan dengan kegiatan perekonomian. Contoh hak-hak asasi ekonomi ini
sebagai berikut.
a) Hak
kebebasan melakukan kegiatan jual beli.
b) Hak
kebebasan mengadakan perjannjian kotrak.
c) Hak
kebebasan menyelanggarakan sewa menyewa dan utang piutang.
d) Hak
kebebasan untuk memiliki sesuatu.
e) Hak
memiliki dan mendapatkan pekerjaaan yang layak.
2.2.5. Hak Asasi Peradilan (Procedural
Rights)
Hak
untuk diperlakukan sama dalam tata cara pengadilan. Contoh hak-hak asasi
peradilan ini sebagai berikut.
a) Hak
mendapatkan pembelaan hukum di pengadilan.
b) Hak
persamaan atas perlakuan, penggeledahan, penangkapan, penahanan, dan
penyelidikan di muka hukum.
2.2.6. Hak Asasi Sosial Budaya (Social
Culture Rights)
Hak yang berhubungan dengan kehidupan
masyarakat dengan kehidupan bermasyarakat. Contoh
hak-hak asasi sosial budaya ini sebagai berikut.
a) Hak
menentukan, memilih, dan mendapatkan pendidikan.
b) Hak
mendapatkan pengajaran.
c) Hak
untuk mengembangkan budaya yang sesuai dengan bakat dan minat.
2.3.
Pengertian
Pelanggaran HAM
Menurut
Pasal 1 Angka 6 No. 39 Tahun 1999 yang dimaksud dengan pelanggaran hak asasi
manusia adalah setiap perbuatan seseorang atau kelompok orang termasuk aparat
negara, baik disengaja maupun tidak disengaja atau kelalaian yang secara hukum
mengurangi, menghalangi, membatasi dan atau mencabut hak asasi manusia
seseorang atau kelompok yang dijamin oleh undang-undang dan tidak mendapatkan atau
dikhawatirkan tidak akan memperoleh penyesalan hukum yang adil dan benar
berdasarkan mekanisme hukum yang berlaku.
Menurut
UU No. 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM, Pelanggaran HAM adalah setiap
perbuatan seseorang atau kelompok orang termasuk aparat negara baik disengaja
atau kelalaian yang secara hukum mengurangi, menghalangi, membatasi dan atau
mencabut hak asasi manusia seseorang atau kelompok yang dijamin oleh
Undang-Undang ini, dan tidak didapatkan, atau dikhawatirkan tidak akan memperoleh
penyelesaian hukum yang adil dan benar, berdasrkan mekanisme hukum yang
berlaku.
Dengan
demikian, pelanggaran HAM merupakan tindakan pelanggaran kemanusiaan baik
dilakukan individu maupun oleh institusi negara atau institusi lainnya terhadap
hak asasi individu lain tanpa ada dasar atau alasan yuridis dan alasan rasional
yang menjadi pijakannya.
2.4.
Macam-Macam
Pelanggaran HAM
Pelanggaran
HAM dikatagorikan dalam dua jenis yaitu :
a.
Kasus pelanggaran HAM berat yang
bersifat berat, meliputi :
1) Pembunuhan
Masal (Genosida)
Genosida adalah setiap perbuatan yang
dilakukan dengan maksud untuk menghancurkan atau memusnahkan seluruh atau
sebagian kelompok bangsa, ras, etnis, dan agama dengan cara melakukan tindak
kekerasan (UUD No. 26 Tahun 2000 Tentang Pengadilan HAM).
2) Kejahatan
Kemanusiaan
Kejahatan kemanusiaan adalah suatu
perbuatan yang dilakukan berupa serangan yang ditunjukan secara langsung
terhadap penduduk sipil seperti pengusiran penduduk secara paksa, pembunuhan, penyiksaan,
perbudakan dan lain-lain.
b.
Kasus pelanggaran HAM yang biasa, meliputi :
1) Pemukulan.
2) Penganiayaan.
3) Pencemaran
nama baik.
4) Menghalangi
orang untuk mengekspresikan pendapatnya.
5) Menghilangkan
nyawa orang lain.
2.5.
Pelanggaran
HAM oleh Orang Tua Kepada Anak
2.5.1. Kekerasan Terhadap Anak
Kekerasan
terhadap anak adalah segala tindakan baik disengaja maupun tidak disengaja yang
dapat merusak anak baik berupa serangan fisik, mental, sosial, ekonomi maupun
seksual yang melanggar hak asasi manusia, bertentangan dengan nilai-nilai dan
norma-norma dalam masyarakat. Menurut Susanto kekerasan anak adalah perlakuan
orang dewasa atau yang lebih tua dengan menggunakan kekuasaan / otoritasnya
terhadap anak yang tak berdaya yang seharusnya menjadi tanggung jawab dari
orang tua atau pengasuh yang berakibat penderitaan, kesengsaraan,
cacat/kematian.
Sedangkan
menurut Patilima mendefinisikan perlakuan yang salah pada anak adalah segala
perlakuan terhadap anak yang akibat dari kekerasannya mengancam kesejahteraan
dan tumbuh kembang anak baik secara fisik, psikologi sosial maupun mental,
kekerasan pada anak dalam arti kekerasan dan penelantaran adalah semua bentuk
perlakuan menyakitkan baik secara fisik maupun emosional, pelecehan seksual,
penelataran, eksploitasi komersial/eksploitasi lainyang mengakibatkan cedera
atau kerugian nyata maupun potensial terhadap lesehatan anak, tumbuh kembang
anak atau martabat anak yang dilakukan dalam konteks hubungan tanggung jawab
kepercayaan dan kekuasaan.
Menurut
WHO kekerasan adalah penggunaan kekuatan fisik dan kekuasaan, ancaman, dan
tindakan terhadap diri sendiri, perorangan atau sekelompok orang atau
masyarakat yang mengakibatkan atau kemungkinan besar mengakibatkan
memar/trauma, kematian, kerugian psikolagis, kelainan perkembangan atau
perampasan hak.
2.5.2. Perhatian Orang Tua Kepada Anak
Perhatian
orang tua adalah pemusatan tenaga psikis tertuju pada objek tertentu (Suryabrata,
2004:14). Sedangkan pendapat lain mengemukakan bahwa perhatian merupakan
permusatan atau konsentrasi yang ditujukan kepada sesuatu atau objek (Walgito,
1990:56). Dari kedua pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa perhatian orang
tua adalah kesadaran jiwa orang tua untuk memperdulikan anaknya, terutama dalam
memberikan dan memenuhi kebutuhan anaknya baik dalam segi emosi maupun materi.
2.5.3. Ekploitasi Anak
Eksploitasi
anak adalah tindakan sewenang-wenang dan perlakuan yang bersifat deiskriminatif
terhadap anak yang dilakukan oleh masyarakat ataupun keluarga dengan tujuan
memaksa anak tersebut untuk melakukan sesuatu tanpa memperhatikan hak anak
seperti perkembangan fisik dan mentalnya. Eksploitasi anak dibawah umur berarti
mengeksploitasi anak untuk melakukan tindakan yang menguntungkan pada segi
ekonomi, sosial maupun politik tanpa memandang umur anak yang statusnya masih
hidup dimasa kanak-kanak (kurang dari 17 tahun).
Eksploitasi
anak secara ekonomi adalah pemanfatan anak-anak secara tidak etis demi
mendapatkan keuntungan secara ekonomi baik berupa uang ataupun yang setera
dengan uang (Martaja: 2005).
2.5.4. Kekerasan Seksual Pada Anak
Kekerasan
terhadap anak adalah suatu bentuk penyiksaan anak dimana orang dewasa atau
orang tua menggunakan anak untuk ransangan seksual (U.S Natiional Library of
Medicine: 2008). Bentuk pelecehan seksual anak termasuk menekan atau meminta
seorang anak untuk melakukan aktivitas seksual (terlepas dari hasilnya),
memberi paparan yang tidak senonoh dari alamat kelamin untuk anak, menampilkan
pornografi untuk anak, melakukan hubungan seksual kepada anak-anak, kontak
fisik dengan alat kalimat anak (kecuali dalam kontek non seksual tertentu
seperti pemeriksaan medis), dan menggunakan anak untuk memproduksi pornografi
anak (Martin dkk: 1993 hlm. 92).
Pelecehan
seksual oleh anggota keluarga adalah bentuk inses, dan dapat menghasilkan
dampak yang lebih serius dan trauma psikologis jangka panjang, terutama dalam
kasus inses orang tua (Courtois: 1988 hlm. 208).
2.5.5. Komunikasi Orang Tua Kepada Anak
Dalam
kesibukan kerja dan aktifitas dari orang tua kadang mengakibatkan kurangnya
komunikasi antar orang tua dengan sang anak. Terkadang orang tua akan sedikit
lalai dalam memperhatikan sang anak karena kesibukannya. Dengan membangunkan
komunikasi efektif maka akan menghindari kesalah pahaman atau kecurigaan dan
stigma yang kadang kala menjadi pemicu pertengkaran.
2.6.
Macam-Macam
Pelanggaran HAM oleh Orang Tua Kepada Anak
2.6.1. Kekerasan Secara Fisik (Physical
Abuse)
Kekerasan
fisik (Physical Abuse) adalah penyiksaan, pemukulan, dan penganiayaan terhadap
anak, dengan atau tanpa menggunakan benda-benda tertentu, yang menimbulkan
luka-luka fisik atau kematian pada anak. Bentuk luka dapat berupa lecet atau
memar akibat persentuhan atau kekerasan benda tumpul, seperti bekas gigitan,
cubitan, ikat pinggang, atau rotan. Dapat pula berupa luka bakar akibat benda
panas atau pola akibat sundutan rokok atau setrika. Lokasi luka biasanya
ditemukan didaerah paha, lengan, mulut, pipi, dada, perut, punggung atau daerah
bokong. Terjadinya kekerasan terhadap anak secara fisik umunya dipicu oleh
tingkah laku anak yang tidak sukai orang tuanya, seperti anak nakal atau rewel,
menangis terus, minta jajan, buang air atau muntah di sembarang tempat,
memecahkan barang berharga.
2.6.2. Kekerasan Emosional (Emosional
Abuse)
Emotional
abuse terjadi ketika orang tua/pengasuh dan pelindung anak setelah mengetahui
anaknya meminta perhatian, mengabaikan anak itu. Ia membiarkan anak basah atau
lapar karena ibu terlalu sibuk atau tidak ingin diganggu waktu itu. Ia boleh
juga mengabaikan kebutuhan anak untuk dipeluk atau dilindungi anak akan
mengingat kekerasan emosional jika kekersan emosional berlangsung konsisten.
Orang tua yang secara emosional berlaku keji pada anaknya akan terus menerus
melakukan hal sama sepanjang hidup anak itu.
2.6.3. Kekerasan Secara Verba (Verba
Abuse)
Biasanya
berupa perilaku verbal dimana pelaku melakaukan pola komunikasi yang berisi
penghinaan, ataupun kata-kata yang melecehkan anak. Pelaku biasanya melakukan
tindakan mental abuse, menyalahkan, melabeli, atau juga mengkambing hitamkan.
2.6.4. Kekerasan Seksual (Sexsual Abuse)
Sexsual
abuse meliputi pemaksaan hubungan seksual yang dilakukan terhadap orang yang
menetap dalam lingkup rumah tangga (seperti orang tua, saudara, kerabat dekat,
pekerja rumah tangga). Selanjutnya dijelaskan bahwa sexual abuse adalah setiap
perbuatan yang berupa pemaksaan hubungan seksual, pemaksaan hubungan seksual
dengan cara tidak wajar dan atau tidak disukai, pemaksaan hubungan seksual
dengan orang lain untuk tujuan komersil dan atau tujuan tertentu.
2.6.5. Kekerasan Anak Secara Sosial
Kekerasan
secara sosial dapat mencakup penelataran anak dan eksploitasi anak. Penelataran
anak adalah sikap dan perlakuan orang tua yang tidak memberikan perhatian yang
layak terhadap proses tumbuh-kembang anak. Misalnya anak dikucilkan, diasingkan
dari keluarga, atau tidak diberikan pendidikan dan perawatan kesehatan yang
layak. Eksploitasi anak menunjuk pada sikap diskriminatif atau perlakuan
sewenang-wenang terhadap anak yang dilakukan keluarga atau masyarakat. Sebagai
contoh memaksan anak untuk melakukan sesuatu demi kepentingan ekonomi, sosial
atau politik tanpa memperhatikan hak-hak anak untuk mendapatkan perlindungan
sesuai dengan perkembangan fisik, psikisnya dan status sosialnya. Misalnya anak
dipaksa untuk bekerja di pabrik-pabrik yang membahayakan (pertambangan, sektor
alas kaki) dengan upah rendah atau tanpa peralatan yang memadai, anak dipaksa
untuk angka senjata, atau dipaksa melakukan pekerjaan-pekerjaan rumah tangga
melebihi batas kemampuannya.
2.7.
Faktor-Faktor Yang Menyebabkan Pelanggaran HAM Oleh Orang Tua
Kepada Anak
Beberapa
faktor yang memicu kekerasan anak di lingkungan kelurga menurut Komnas
Perlindungan Anak antara lain:
a)
Pewarisan Kekerasan Anatar Generasi
(Intergenerational Transmission of Violance)
Banyak
anak belajar perilaku kekerasan dar orang tuanya dan ketika tumbuh menjadi
dewasa mereka melakukan tindakan kekerasan kepada anaknya. Dengan demikian,
perilaku kekerasan diwarisi (tranmited) dari generasi ke generasi.
b)
Sterss Sosial (Social Stress)
Stres
yang ditimbulkan oleh berbagai kondisi sosial meningkatkan resiko kekerasan
terhadap anak dalam keluarga. Kondisi-kondisi sosial ini mencakup pengangguran
(unemployment), penyakit (illness), kondisi perumahan buruk (poor housing
coundition), ukuran keluarga besar dari rata-rata (a large than average family
size), kelahiran bayi baru (the presence of a new baby), orang cacat (disabled
person) dirumah, dan kematian (the death) seorang anggota keluarga. Sebagian
besar kasus dilaporkan tentang tindakan kekerasan terhadap anak berasal dari
keluarga yang hidup dalam kemisikinan.
Tindakan
kekerasan terhadap anak juga terjadi dalam keluarga kelas menengah dan kaya,
tetapi tindakan yang dilaporkan lebih banyak diantara keluarga miskin karena
beberapa alasan.
c)
Isolasi Sosial dan Keterlibatan
Masyakarta Bawah
Orang
tua dan pengganti orang tua yang melakukan tindakan kekerasan terhadap anak
cenderung terisolasi secara sosial. Sedikit sekali orang tua yang bertindak
keras ikut serta dalam suatu organisasi masyarakat dan kebanyakan mempunyai
hubungan yang sedikit dengan teman atau kerabat.
d)
Struktur Keluarga
Tipe-tipe
keluarga tertentu memiliki risiko yang meningkat untuk melakukan tindakan
kekerasan dan pengabaian kepada anak. Misalnya, orang tua tunggal lebih
memungkinkan melakukan tindakan kekerasan terhadap anak dibandingkan dengan
orang tua utuh. Selain itu, keluarga-keluarga dimana baik suami maupun istri
mendominasi di dalam membuat keputusan seperti dimana bertempat tinggal, pekerjaan
apa yang diambil, bilamana mempunyai anak, dan beberapa keputusan lainnya,
mempunyai tingkat kekerasan terhadap anak yang lebih tinggi dibandingkan dengan
keluarga-keluarga yang suami istrinya sama-sama bertanggung jawab atas
keputusan-keputusan tersebut.
2.8.
Upaya
Dalam Menanggulangi Pelanggaran HAM Oleh Orang Tua Kapada Anak
Beberapa
upaya yang dapat dilakukan untuk menanggulangi kekerasan terhadap anak oleh
orang tua yaitu:
a)
Pendidikan dan Pengetahuan Orang Tua
Cukup
Tindak
kekerasan terhadap anak sangat berpengaruh terhadap perkembangan baik psikis
maupun fisik mereka. Oleh karena itu, perlu hentikan tindak kekerasan tersebut,
dengan pendidikan yang lebih tinggi dan pengetahuan yang cukup diharapkan orang
tua mampu mendidik anaknya kearah perkembangan yang memuaskan tanpa adanya
tindak kekerasan.
b)
Keluarga yang Hangat dan Demokratis
Dalam
sebuah R Study terbukti bahwa IQ anak yang tinggal dirumah yang orang tuanya
acuh tak acuh, bermusuhan dan keras, atau broken home, perkembangan IQ anak
mengalami penurunan dalam masa tiga tahun. Sebaliknya anak yang tinggal dirumah
orang tuanya penuh pengertian, bersikap hangat penuh kasih sayang dang
menyisihkan waktunya untuk berkomunikasi dengan anak-anaknya, menjelaskan
tindakannya, memberikan kesempatan anak untuk mengambil keputusn, berdialog dan
diskusi hasilnya rata-rata IQ (bahkan kecerdasan emosi) anak mengalami kenaikan
sekitar 8 point. Hasil penelitian R. Study juga membuktikan bahwa 63% dari anak
nakal pada suatu lembaga pendidikan anak-anak dilenkuen (nakal), berasal dari
keluarga yang tidak utuh (broken home). Kemudian hasil penelitian K.
Gottschaldt di Leipzig (Jerman) menyatakan bahwa 70,8% dari anak-anak yang
sulit dididik ternyata berasal dari keluarga yang tidak teratur, tidak utuh,
atau mengalami tekanan hidupyang terlampau berat.
c)
Membangun Komunikasi Yang Efektif
Kunci
persoalan kekerasan terhadap anak disebabkan karena tidak adanya komunikasi
yang efektif dalam sebuah keluarga. Sehingga yang muncul adalah stereotyping
(stigma) dan predijuce (prasangaka). Dua hal itu kemudian mengalami proses
akumulasi yang kadang dibumbui intervensi pihak ketiga. Untuk menghindari
kekerasan terhadap anak maka diperlukan anggota keluarga yang saling
berinteraksi dengan komunikasi yang efektif.
d)
Mengintegrasikan isuh hak anak kedalam
peraturan perundang-undangan, kebijakan program dan kegiatan sampai dengan
penganggaran sejak tahap perencanaan, pelaksanaan, pemantauan, dan evaluasi
sehingga menjadi resposive terhadap hak anak.
2.9.
Undang-Undang
yang Mengatur Hak Asasi Anak di Indonesia
Sebagai
negara hukum, Indonesia memiliki beberapa peraturan perundang-undangan yang
mengatur perlindungan anak yang terdiri dari:
a)
UUD 1945 Pasal 28B ayat (2), “Setiap anak berhak atas kelangsungan hidup,
tumbuh dan berkembang serta berhak atas perlindungan atas kekerasan dan
diskriminasi.”
b)
UUD 1945 Pasal 31 ayat (1), “... tiap-tiap warga negara berhak mendapatkan
pendidikan.”
c)
UUD 1945 Pasal 31 ayat (2), “... Pemerintah wajib membiayai pendidikan dasar.”
d)
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002
tentang Perlindungan Anak.
· Pasal
2
Penyelenggaraan
perlindungan anak berasaskan Pancasila dan berlandaskan Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945 serta prinsip-prinsip dasan Konvensi
Hak-Hak Anak.
· Pasal
3
Perlindungan
anak bertujuan untuk menjamin terpenuhinya hak-hak anak agar tetap hidup,
tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi secara optimal sesuai dengan harkat dan
martabat kemanusiaan, serta mendapatkan perlindungan dari kekerasan dan
diskriminasi, demi terwujudnya anak Indonesia yang berkualitas, berakhlak mulia
dan sejatera.
· Pasal
4
Setiap
anak berhak untuk dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi secara
wajar sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapatkan
perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.
· Pasal
5
Setiap
anak berhak atas suatu nama sabagai identitas diri dan status kewarganegaraan.
· Pasal
6
Setiap
anak berhak untuk beribadah menurut agamanya, berpikir dan berekspresi sesuai
dengan tingkat kecerdasan dan usianya, dalam bimbingan orang lain.
· Pasal
7
1. Setiap
anak berhak untuk mengetahui orang tuanya, dibesarkan dan diasuh oleh orang
tuanya sendiri.
2. Dalam
hal karena sesuatu sebab orang tuanya tidak dapat menjamin tumbuh kembang anak,
atau anak dalam keadaan terlantar maka anak tersebut berhak diasuh atau
diangkat sebagai anak asuh atau anak angkat oleh orang lain sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
· Pasal
8
Setiap
anak berhak memperoleh pelayanan kesehatan dan jaminan sosial sesuai dengan
kebutuhan fisik, mental, spiritual, dan sosial.
· Pasal
9
1. Setiap
anak berhak memperoleh pendidikan dan pengajaran dalam rangka pengembangan
pribadinya dan tingkat kecerdasannya sesuai dengan minat dan bakatnya.
2. Selain
hak anak yang dimaksud dalam ayat (1), khusus bagi anak yang menyandang cacat
juga berhak memperoleh pendidikan luar biasa, sedangkan bagi anak yang memiliki
keunggulan juga berhak mendapatkan pendidikan khusus.
· Pasal
10
Setiap
anak berhak memnyatakan dan didengar pendapatnya, menerima, mencari dan
memberikan informasi sesuai dengan tingkat kecerdasan dan usianya demi
pengembangan dirinya sesuai dengan nilai-nilai kesusilaan dan kepatutan.
· Pasal
11
Setiap
anak berhak untuk beristirahat dan memanfaatkan waktu luang, bergaul dengan
anak yang sebaya, bermain, bereaksi dan berkreasi sesuai dengan minat, bakat,
dan tingkat kecerdasannya demi pengembangan diri.
· Pasal
12
Setiap
anak yang menyandang cacat berhak memperoleh rehabilitasi, bantuan sosial, dan
pemeliharaan taraf kesejateraan sosial.
· Pasal
13
1. Setiap
anak selama dalam pengasuhan orang tua, wali, atau pihak lain mana pun yang
bertanggung jawab atas pengasuhan, berhak mendapatkan perlindungan.
2. Dalam
hal orang tua, wali atau pengasuh anak melakukan segala bentuk perlakuan
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) maka pelaku dikenakan hukuman berat.
· Pasal
14
Setiap
anak berhak untuk diasuh oleh orang tuanya sendiri, kecuali jika ada alasan
dan/atau aturan hukum yang sah yang menunjukan bahwa pemisahan itu adalah demi
kepentingan terbaik anak dan merupakan pertimbangan terakhir.
e)
Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012
tentang Sistem Peradilan Pidana Anak
f)
Peraturan Presiden Nomor 18 tahun 2014
tantang Perlindungan Anak dan Pemberdayaan Anak dan Perempuan dalam Konflik
Sosial.
g)
Undang-Undang Nomor. 35 Tahun 2014
2.10.
Sanksi-Sanksi Pelaku Hak Asasi Anak di Indonesia
Di dalam UU No.
35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas UU No. 23 Tahun 2003 tentang Perlindungan
Anak dinyatakan bahwa pelaku kekerasan seksual terhadap anak dijerat hukuman
maksimal kurungan selama 15 tahun. Dan apabila pelaku adalah orang yang dekat
dengan anak, seperti orang tua, saudara ataupun kerabat, hukuman ditambah
sepertiga waktu hukaman asli sehingga total waktu kurungan 20 tahun penjara.
Dalam Kitab
Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) menjelaskan hukuman penjara maksimal 15 tahun
minimal 5 tahun penjara untuk perbudakan wanita atau anka termasuk perdagangan,
hukuman maksimal 20 tahun penjara dan minimal 10 tahun penjara untuk
pemerkosaan, perbudakan sesual pelacuran secara paksa, pemaksaan kehamilan, dan
penghilangan orang secara paksa.
2.11.
Hambatan Dalam Pemberantasan Pelanggaran HAM oleh Orang Tua
Kepada Anak
Mambatan-hambatan
dalam pemberantasan HAM oleh orang tua kepada anak meliputi :
a)
Karena terjadi diruang lingkup keluarga
maka sulit untuk dipantau oleh orang luar.
b)
Kebanyakan dari keluarga korban menutupi
kasus karena anggap aib.
c)
Para korban enggan melapor dengan alasan
memperoleh ancaman dari pelaku.
d)
Kasus baru akan terungkap setelah jatuh
korban banyak dan korban sudah mengalami dampak ekstream dari pelanggaran HAM.
e)
Pelaku sangat pandai menutupi
kesalahannya dengan berbagai cara.
f)
Pendidikan orang tua yang kurang
mempuni.
g)
Lingkungan sosial yang tidak mendukung.
h)
Lingkungan keluarga yang acuh tak acuh.
BAB III
PENUTUPAN
3.1.
Kesimpulan
Dari
paparan diatas maka dapat disimpulkan bahwa.
1. HAM
pada dasarnya adalah hak-hak alamiah pada diri manusia yang merupakan hadiah
dari Tuhan sejak lahir.
2. HAM
memiliki ciri-ciri HAM tidak perlu diberikan, HAM tidak bisa dilanggar, HAM berlaku
untuk semua orang.
3. HAM
terdiri atas Hak Asasi Pribadi (Personal Rights), Hak Asasi Politik (Political
Rights), Hak Asasi Hukum (Legal Equality Rights), Hak Asasi Ekonomi (Property
Rights), Hak Asasi Peradilan (Procedural Rights), Hak Asasi Sosial Budaya
(Social Culture Rights).
4. Pelanggaran
HAM merupakan tindakan pelanggaran kemanusiaan baik dilakukan individu maupun
oleh institusi negara atau institusi lainnya terhadap hak asasi individu lain
tanpa ada dasar atau alasan yuridis dan alasan rasional yang menjadi
pijakannya.
5. Pelanggaran
HAM terdiri atas kasus pelanggaran HAM berat, kasus pelanggaran HAM ringan.
6. Kekerasan
Anak dapat dihindari dengan komunikasi yang efektif dengan anak.
7. Pendidikan
orang tua sangat berpengaruh pada tindak kekerasan terhadap anak.
8. Hambatan
dalam pemberantasan timbul akibat terjadi di lingkungan keluarga yang tertutup.
9. Indonesia
sudah secara tegas melarang dan memberantas pelanggaran HAM pada anak dengan
mengerluarkan UU dan mencantumkannya secara tesirat di Pancasila Sila ke-2 dan
UUD 1945.
DAFTAR PUSTAKA
Abu, Huraerah. 2006. Kekerasan Terhadap Anak. Jakarta: Nuansa
Emmy.
Ahmad,
Ubaidallah, Dkk. 2000. Demokrasi, HAM,
Dan Masyarakat Madani. Jakarta: KCE UIN Syarif Hidayahtullah.
Bimo
Walgito, 2005. Bimbingan dan Konseling. Yogyakarta : Andi Offset
Courtois, Christine A. 1988. Healing The Incest Wount Adult Survivors In
therapy. New York: Norton.
Drs. S. Sumarsono, Dkk. 2000. Pendidikan Kewarganegaraan. Daerah:
Tanpa Nama Penerbit.
Effendi, A. Mansyur. 2005. Perkembangan Dimensi Hak Asasi Manusia dan
Proses Dinamika Penyusunan Hukum Hak Asasi Manusia. Bogor: Ghalia
Indonesia.
Kaelan. 2002. Filsafat Bahasa: Masalah dan Perkembangannya. Yogyakarta:
Paradigma.
Kaelan, 2004. Pendidikan Pancasila. Yogyakarta: Paradigma.
Mahffudin, Moch Fuad. 2013. Kasus Pelanggaran HAM Di Indonesia.
Lamongan: Universitas Islami Lamongan.
Martin J, Dkk. 1993. Child Abuse & Neglect.
Prof. Dr. H. Zainudin Ali, M.A. 2006. Sosiologi Hukum. Jakarta: Sinar Grafika
Sadjidman, Djunaedi. 2009. Pendidikan Kewarganegaraan. Daerah:
Tanpa Nama Penerbit.
Soekresno. 2007. Mengenali dan Mencegah Terjadinya Tindak Kekerasan Terhadap Anak.
Sumadi Suryabrata. 2000. Psikologi
Pendidikan (Suatu Penyajian Secara Operasional). Yogyakarta : Rake Press.
UU No. 23 Tahun 2003 tentang
Perlindungan Anak www.hukumonline.com
Wahidin. 2008. Makalah Pendidikan Kewarnegaraan Tentang Hak Asasi Manusia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar